Categories
Artikel

Inisiasi Membangun Kolaborasi

“Jangan kasih tinggal,” kata seorang pria berkulit gelap bertubuh ramping. Namanya Empi Korneles, salah satu anggota Sekretariat Bersama (Sekber) BANGGA Papua Kabupaten Asmat. Kalimat yang dikeluarkannya segera dicatat di selembar kertas kecil berukuran kira-kira 13cm x 21cm. Kertas itu lalu ditempel di selembar kertas plano yang tertempel di dinding, bersanding dengan tulisan lainnya.

Empi menunjukkan hasil diskusi kelompoknya

Di kertas plano berukuran A3 itu sudah ada beberapa tulisan lain. Mengetahui persepsi masyarakat, bahasa tubuh yang meyakinkan, harus memahami budaya setempat, mendengar curhatan masyarakat sampai selesai, dan banyak lagi. Tulisan-tulisan itu semua tujuannya sama, mengumpulkan ide untuk membuat sosialisasi lebih baik lagi. Semua itu adalah sumbangan dari Empi dan teman-teman sekelompoknya yang terdiri dari 10 orang.

Di seberang kelompok yang sedang sibuk berdiskusi itu, ada kelompok lain. Isinya juga beragam, sama seperti kelompok yang tadi. Ada anggota Sekber kabupaten, dan ada juga beberapa ibu-ibu dengan seragam yang sama, dominan warna biru. Sama seperti kelompok yang tadi, kelompok di sisi seberang ini juga sedang berdiskusi. Hanya temanya yang berbeda. Kalau kelompok yang tadi berdiskusi tentang bagaimana membuat sosialisasi lebih baik, maka kelompok yang satu ini berdiskusi tentang hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat melakukan sosialisasi.

Tidak boleh marah-marah, tidak boleh menggunakan kata-kata kasar, tidak boleh merokok dan mengunyah pinang sambil berbicara, boleh menggunakan pengeras suara, boleh menggunakan konteks lokal, dan banyak lagi. Kalimat-kalimat itu dituliskan di atas kertas kecil berwarna-warni dan ditempelkan di sebuah kertas plano berukuran A3. Kalimat-kalimat itu adalah sumbangan pikiran anggota-anggota kelompok yang berisi berbagai unsur tersebut.

Di sisi lain ruangan itu ada satu kelompok lagi yang sedang ramai berdiskusi. Isi kelompok itu juga sama, gabungan dari berbagai unsur. Mereka berdiskusi, mengumpulkan hal-hal yang merupakan tantangan sosialisasi. Ada beberapa hal yang sudah ditemukan, seperti: akses, budaya, jumlah kampung yang banyak dan tidak berimbang dengan jumlah anggota Sekber, kendala bahasa, warga yang tidak paham baca-tulis, dan banyak lagi.

Setelah semua ide dirasa cukup, anggota dari ketiga kelompok tersebut lalu bertukar tempat. Anggota kelompok satu menuju ke kelompok dua, anggota kelompok dua menuju ke kelompok tiga dan anggota kelompok tiga menuju ke kelompok satu. Di setiap kelompok ada satu anggota yang tinggal. Mereka bertugas menjelaskan apa hasil diskusi kelompok mereka kepada anggota kelompok lain yang baru datang. Anggota kelompok lain yang baru datang ini akan menyimak penjelasan dari “penjaga” yang memang bertugas memberi penjelasan. Lalu, bila dirasa ada yang harus ditambahkan maka mereka akan menambahkan.

Suasana world cafe

Metode ini dinamai world café, sebuah metode pertukaran informasi yang dilakukan dengan cepat. Semua peserta bisa mengenali ide-ide yang digali dalam diskusi kelompok, dan bahkan bisa menambahkan bila dirasa ada yang masih kurang.

Di ujung acara, perwakilan ketiga kelompok kemudian mempresentasikan hasil diskusi mereka. Satu kata yang selalu hadir dalam hasil diskusi ketiga kelompok tersebut adalah: budaya. Di tiga tema berbeda, budaya selalu menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Dalam menentukan mana yang boleh dan tidak boleh dalam melakukan sosialisasi, budaya muncul. Dalam identifikasi tantangan sosialisasi, budaya muncul. Begitu pula dalam upaya membuat sosialisasi menjadi lebih baik, budaya juga muncul sebagai salah satu hal yang harus diperhatikan.

Sosialisasi memang menjadi tulang punggung keberhasilan sebuah program, tidak terkecuali BANGGA Papua yang sudah diluncurkan sejak akhir tahun 2017 lalu. Pelaksanaan program sepanjang 2018 sudah menunjukkan bagaimana pentingnya sosialisasi. Ini juga yang membuat Sekber tiga kabupaten percontohan BANGGA Papua merasa penting untuk melakukan inovasi dalam sosialisasi.

Sekber Asmat membuat film bertema BANGGA Papua dengan memanfaatkan aktor/aktris lokal dan pendekatan lokal. Film ini dianggap sangat efektif untuk menjelaskan tentang BANGGA Papua secara utuh kepada warga penerima manfaat di Asmat. Di sisi birokrasi, Sekber Asmat juga membuat banyak inovasi yang melancarkan proses pelaksanaan program BANGGA Papua. Salah satunya adalah menerbitkan surat keputusan untuk anggota Sekber yang bertugas.

Sekber Paniai juga punya beberapa inovasi dalam melakukan sosialisasi. Salah satunya adalah memfokuskan sosialisasi kepada kaum pria, para bapak-bapak. Menurut Nelly Magai, koordinator tim komunikasi Sekber Paniai, sosialisasi kepada pria ini penting mengingat sebagian besar pria di Paniai kadang menjadi penghalang terbesar dalam mencapai tujuan program BANGGA Papua.

Sementara Sekber Lanny Jaya, meski di tahun 2018 menghadapi kendala internal yang besar, rupanya tetap berusaha mencari inovasi dalam melakukan sosialisasi. Salah satunya adalah melakukan sosialisasi kepada kepala distrik yang kebetulan sedang berkumpul di Wamena, Jayawijaya menjelang akhir tahun. Secara informil, anggota Sekber Lanny Jaya mengumpulkan kepala distrik tersebut dalam beberapa kesempatan. Pertemuan itu dimanfaatkan untuk menjelaskan tentang program BANGGA Papua dan meminta bantuan dari para kepala distrik. Sebuah langkah inovatif dan tanpa biaya.

Sebuah proses yang diharapkan memberi semangat baru untuk pelaksanaan program BANGGA Papua.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *